Ramadhan Yang (Tak) Dirindukan
Ramadhan Yang (Tak) Dirindukan
Tak terasa, tinggal menghitung hari, Ramadhan yang baru saja datang akan segera pergi. Apakah kita termasuk orang yang beruntung dengan kedatangannya kali ini atau malah sebaliknya? -Na'udzubillah min dzalik-.
Malaikat Jibril -'Alaihissalam- suatu hari datang kepada Baginda Nabi -Shallallahu 'alaihi waalihi wasallam- saat beliau menaiki mimbar seraya berkata -yang maknanya-: "Celakalah seorang hamba yang mendapati Ramadhan kemudian berakhir sedangkan tidak diampuni baginya (dosa-dosanya)!" lalu Nabi pun mengamininya. Di hadist lain: "Jauhlah (dari rahmat Allah) ..."
Namun di hadist lain Baginda Rasul -Shallallahu 'alaihi waalihi wasallam- juga telah menunjukkan kepada kita bagaimana cara meraih ampunan-Nya di bulan yang pintu ampunan terbuka lebar ini, sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang celaka.
Rasul -Shallallahu 'alaihi waalihi wasallam- bersabda -yang maknanya-: "Barangsiapa menunaikan puasa Ramadhan karena iman dan harapan (pahala dari-Nya) niscaya diampuni baginya yang telah lalu daripada dosanya".
Dan di hadist lain: "Barang siapa menunaikan shalat di bulan Ramadhan karena iman dan harapan (pahala dari-Nya) niscaya diampuni baginya yang telah lalu daripada dosanya", dan kebanyakan ulama menafsirinya sebagai shalat tarawih.
Kalau kita perhatikan, bukan sembarang puasa atau sembarang shalat yang menjadi sebab ampunan-Nya, tapi keduanya harus dilandasi dengan dua hal -sebagaimana disebutkan di dalam hadist- yaitu iman, yakin bahwa puasa dan shalat yang dikerjakan adalah haq/benar datangnya dari Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dan merupakan bentuk ketaatan kepada-Nya, sambil mengharapkan pahala dari-Nya, ikhlas semata-mata karena Allah -Ta'ala- bukan karena riya' atau ingin dipuji manusia.
Disamping itu, kita juga dituntut senantiasa memperbanyak ibadah-ibadah lainnya -mengingat di bulan ini pahala-pahala dilipatgandakan- seperti tadarus Al-Qur'an, i'tikaf di masjid, sedekah, dan lainnya, apalagi di 10 hari terakhir Ramadhan ini, dimana Rasul -Shallallahu 'alaihi waalihi wasallam- jika telah memasuki 10 hari terakhir beliau bersiap-siap dan tambah bersungguh-sungguh dalam beribadah. Selain terdapat pula di dalamnya lailatul qadar, suatu malam yang lebih baik dari 1000 bulan.
Sayyidatuna 'Aisyah -Radhiallahu 'anha- pernah bertanya kepada Rasul -Shallallahu 'alaihi waalihi wasallam- jika ia mendapati lailatul qadar apa yang harus ia ucapkan di malam itu? Beliau menjawab: "Ucapkanlah: Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa, fa'fu 'anni (Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pengampun, lagi mencintai ampunan, maka ampunilah aku)".
Dan Ramadhan pun -Alhamdulillah- masih menyisakan beberapa hari dan beberapa malam saja, tapi pintu masih terbuka lebar, masih ada kesempatan untuk bisa bersungguh-sungguh dan setidaknya bisa membayar apa yang sempat disia-siakan di hari-hari yang lalu. Karena kita tak tahu, apakah Ramadhan kali ini akan pergi untuk kembali atau pergi untuk yang terakhir kali? Dan apakah kita akan merindukan kembali kedatangan bulan mulia ini, atau malah bagi kita tetap tak ada bedanya Ramadhan dengan bulan-bulan lain, alias Ramadhan yang tak dirindukan?
Wallahul muwaffiq. Aamiin.
ابو محمد السياني
Sources : darulmusthofaassayaniyah
Post a Comment for "Ramadhan Yang (Tak) Dirindukan"