Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pasrah Kepada Qodar Alloh (Rejeki dan Pekerjaan) Bag. 1

Banyak sekali cara yang dilakukan orang demi memperoleh rizqi. Namun setelah diteliti cara-cara tersebut tidak disyari'atkan (diperbolehkan) oleh agama. Suatu ketika ada orang yang menasehatinya agar menjauhi dan tidak melakukan cara tersebut karena tidak sesuai dengan syari'at.

Lalu orang tersebut malah mencacinya dengan mengatakan : Sebenarnya cara yang saya kerjakan dalam mencari rizqi itu disyari'atkan dan diperintahkan, selain itu Allah juga tidak menyukai orang-orang yang malas dan tidak mau bekerja. Orang tersebut juga kadang membantah dengan mengatakan : Saya menjalankan kata hikmah dari Ibnu 'Atha'illah. Sesungguhnya Allah telah menempatkanku pada maqam asbab, lalu kenapa saya tidak boleh bekerja dengan caraku.

Fenomena di atas hanya dapat kita tepis dengan hikmah Ibnu 'Atha'illah bahwa semangat yang tinggi tidak akan mampu menembus dinding-dinding takdir Allah. Ketika kita merasa bahwa diri kita berada di daerah yang dipenuhi dengan keharaman-keharaman dan kita ikut terseret untuk melakukan dosa, maka kita harus menjauhkan tangan kita dari pekerjaan dan perdagangan itu.

Kita juga harus pindah tempat yang di situ tidak ada maksiat dan dosa seperti tempat pertama. Jika syaitan membisiki kita dengan berkata : Cara yang kamu kerjakan itu telah ditakdirkan oleh Allah, lalu apakah kamu akan mendapatkan ganti jika kamu tidak bekerja?. Maka kita harus menjawabnya : Dari mana argumen bahwa pekerjaan dan rutinitasku di daerah tersebut adalah sumber rizqiku yang menjadi penyebab kenikmatan dan kehidupanku? Dan bagaimana argumen tersebut harus aku terima padahal aku akan selalu hidup sebagaimana firman Allah bahwa hanya Allah-lah yang memberi rizqi.

Kita juga harus menepis syaitan dengan jawaban : Jika memang Allah telah menakdirkan saya kaya, maka hal itu pasti akan terwujud di manapun saya pergi. Dan jika Allah menakdirkan diri saya miskin, maka hal itu juga akan terwujud walaupun saya telah bekerja keras dan pergi ke semua daerah untuk bekerja.

Sebagian orang juga terkadang berasumsi dengan mengatakan : Lalu apa gunanya bekerja jika memang hal itu tidak bisa merubah takdir Allah. Dan apa gunanya pergi ke penjuru daerah untuk mencari rizqi jika telah di gariskan Allah SWT?

Jawabannya adalah dalam bekerja kita itu berada pada salah satu posisi. Posisi pertama adalah jika bekerja itu terasa jauh dan tidak bisa mendorong semangat dan kerja keras kita. Jika kita berada dalam posisi ini, maka berarti kita berada pada maqam tajrid dan yang harus kita lakukan adalah pasrah serta menjauhi pekerjaan tadi.

Posisi kedua adalah jika bekerja itu ada di depan kita, maka kita harus menerima dan melakukannya. Tapi bukan karena bekerja itu memiliki kekuatan dan mampu melawan Qadla' dan Qadar Allah, melainkan karena Allah telah menempatkan kita pada maqam asbab dan memerintahkan kita untuk menjalankannya. Kita juga harus yakin bahwa yang menjadikan kita hidup adalah kehendak dan hukum Allah bukan pekerjaan yang kita lakukan tadi. Jadi pekerjaan yang kita tekuni hanyalah rutinitas yang telah ditempatkan dan diperintahkan oleh Allah kepada kita. Pada hakikatnya kita bisa hidup adalah dari Allah, bukan dari pekerjaan kita.

Sebagian orang Islam juga terkadang meyakini bahwa di dalam suatu perkara (seperti air, api, makanan) itu memiliki kekuatan atau potensi yang terpendam di dalamnya. Jadi dengan potensi tersebut perkara tadi bisa memberi atsar (efek) pada kita. Jika kita juga merasakan keyakinan tersebut, maka kita harus ingat akidah keimanan kita bahwa sebenarnya Allah-lah yang memberi kekuatan pada perkara tersebut, sehingga perkara tadi bisa memberi manfaat pada kita.

Kita juga harus meyakini bahwa Allah itu satu Dzat-Nya. Maka tidak ada Tuhan dalam alam semesta ini kecuali Dia. Allah juga satu sifat-Nya, dan Allah juga satu pekerjaan-Nya, maka tidak ada satu makhluk di dunia ini yang iktu campur dalam pekerjaan Allah, karena Allah adalah satu-satunya Dzat pencipta.

Jika ada orang yang meyakini bahwa di dalam api itu ada kekuatan mambakar yangdititipkan Allah di dalamnya kemudian Allah meninggalkannya. Lalu dengan kekuatan ini api bisa membakar dengan sendirinya. Maka orang tersebut berarti menetapkan bahwa dalam suatu perkara ada kekuatan (selain kekuatan Allah) yang ikut andil dalam mengatur sesuatu. Dengan demikian orang tersebut telah menyekutukan Allah, dan keluar dari jalan yang lurus.



Blog :
Www.Darulmusthofaassayaniyah.blogspot.com

Post a Comment for " Pasrah Kepada Qodar Alloh (Rejeki dan Pekerjaan) Bag. 1"